Pengertian kolintang
Kolintang merupakan alat musik perkusi
yang berasal dari Minahasa (Sulawesi Utara) dan termasuk dalam kelompok perkusi
bernada. Sumber bunyi kolintang berasal dari wilahannya yang bergetar apabila
dipukul, sehingga disebut alat musik idiophonic.
Ditinjau dari asal katanya, kolintang berasal dari bunyi: Tong (nada rendah), Ting
(nada tinggi), dan Tang (nada
tengah). Dahulu dalam bahasa Minahasa untuk mengajak orang bermain kolintang
dinyatakan dengan “Maimo Kumolintang”
artinya “Mari kita ber Tong Ting Tang” dan dari kebiasaan
itulah muncul nama KOLINTANG untuk alat yang digunakan bermain musik.
Sejarah kolintang
Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong
kayu yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk
di tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus ke depan. Dengan berjalannya waktu
kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau tali seperti arumba di
Jawa Barat.
Sedangkan penggunaan peti resonator dimulai sejak
Pangeran Diponegoro berada di Minahasa (1830). Pada saat itu, peralatan gamelan
dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya. Adapun pemakaian kolintang erat
hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam
upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur. Itulah
sebabnya dengan masuknya agama Kristen di Minahasa, eksistensi kolintang
demikian terdesak bahkan hamper menghilang sama sekali selama kurang lebih 100
tahun.
Sesudah Perang Dunia II, kolintang muncul kembali yang
dipelopori oleh Nelwan Katuuk (seorang yang menyusun nada kolintang menurut
tangga nada diatonis). Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari satu
instrument melodi dengan susunan nada diatonic, dengan jarak nada 2 oktaf, yang
dikolaborasikan dengan alat musik berjenis string
seperti gitar, ukulele, dan stringbas.
Pada tahun 1952, Petrus Kaseke belajar membuat kolintang
secara mandiri, tanpa prototype
kolintang, melainkan hanya berdasarkan informasi lisan dari orang-orang yang
sudah tua dan mendengarkan permainan Nelwan Katuuk melalui siaran radio.
Ketertarikan terhadap kolintang membuat Petrus Kaseke mengembangkan alat musik
mulai dari usaha memperlebar jarak nada, meningkatkan kualitas suara dengan
mencoba berbagai macam kayu,memodifikasi peti resonator, maupun memperbaiki
bentuk penampilannya. Pada tahun 1964, setelah
merantau untuk melanjutkan kuliah ke Yogyakarta dan bermukim di Salatiga Jawa
Tengah,Petrus Kaseke mulai memproduksi kolintang untuk tujuan komersil. Saat
ini kolintang sudah dapat membentuk orkes tersendiri tanpa harus berkolaborasi
dengan alat musik lain , karena kemampuannya mencapai jarak nada 6 oktaf full
chromatis dari nada A0 sampai dengan A6 (kumulatif nada instrument instrument
kolintang mulai dari Kolintang melody sampai bass). berikut ini adalah alat musik kolintang moderen.