Selasa, 24 Juni 2014

BAHAN PEMBUATAN KOLINTANG



Wilahan kolintang terbuat dari kayu yang dikategorikan dalam kelompok kayu lunak. Kayu yang biasa dipakai untuk wilahan antara lain: kayu cempaka dan kayu waru. Berikut ini tabel nama kayu dan nama ilmiahnya beserta gambar bahan wilahan kolintang. 



Karakteristik kayu wilahan tersebut secara garis besar memiliki kesamaan yaitu ringan, padat, dan berserat lurus serta menghasilkan bunyi yang nyaring apabila dipukul. Untuk peti resonatornya digunakan kayu yang lebih keras seperti: kayu jati, kayu mahoni. Faktor-faktor pemilihan jenis peti resonator tersebut antara lain: bunyi yang dihasilkan lebih mantap, penampilan kayu yang awet. . Berikut ini tabel nama kayu dan nama ilmiahnya beserta gambar yang digunakan talam pembuatan peti resonator kolintang. 
                                                                                                                                   


 


SEJARAH KOLINTANG




Pengertian kolintang 
Kolintang merupakan alat musik perkusi yang berasal dari Minahasa (Sulawesi Utara) dan termasuk dalam kelompok perkusi bernada. Sumber bunyi kolintang berasal dari wilahannya yang bergetar apabila dipukul, sehingga disebut alat musik idiophonic. Ditinjau dari asal katanya, kolintang berasal dari bunyi: Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi), dan Tang (nada tengah). Dahulu dalam bahasa Minahasa untuk mengajak orang bermain kolintang dinyatakan dengan “Maimo Kumolintang” artinya “Mari kita ber Tong Ting Tang” dan dari kebiasaan itulah muncul nama KOLINTANG untuk alat yang digunakan bermain musik.

Sejarah kolintang 

 
Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus ke depan. Dengan berjalannya waktu kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau tali seperti arumba di Jawa Barat.
 Sedangkan  penggunaan peti resonator dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa (1830). Pada saat itu, peralatan gamelan dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya. Adapun pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur. Itulah sebabnya dengan masuknya agama Kristen di Minahasa, eksistensi kolintang demikian terdesak bahkan hamper menghilang sama sekali selama kurang lebih 100 tahun.
Sesudah Perang Dunia II, kolintang muncul kembali yang dipelopori oleh Nelwan Katuuk (seorang yang menyusun nada kolintang menurut tangga nada diatonis). Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari satu instrument melodi dengan susunan nada diatonic, dengan jarak nada 2 oktaf, yang dikolaborasikan dengan alat musik berjenis string seperti gitar, ukulele, dan stringbas
Pada tahun 1952, Petrus Kaseke belajar membuat kolintang secara mandiri, tanpa prototype kolintang, melainkan hanya berdasarkan informasi lisan dari orang-orang yang sudah tua dan mendengarkan permainan Nelwan Katuuk melalui siaran radio. Ketertarikan terhadap kolintang membuat Petrus Kaseke mengembangkan alat musik mulai dari usaha memperlebar jarak nada, meningkatkan kualitas suara dengan mencoba berbagai macam kayu,memodifikasi peti resonator, maupun memperbaiki bentuk penampilannya. Pada tahun 1964, setelah merantau untuk melanjutkan kuliah ke Yogyakarta dan bermukim di Salatiga Jawa Tengah,Petrus Kaseke mulai memproduksi kolintang untuk tujuan komersil. Saat ini kolintang sudah dapat membentuk orkes tersendiri tanpa harus berkolaborasi dengan alat musik lain , karena kemampuannya mencapai jarak nada 6 oktaf full chromatis dari nada A0 sampai dengan A6 (kumulatif nada instrument instrument kolintang mulai dari Kolintang melody sampai bass). berikut ini adalah alat musik kolintang moderen.